Sudahkah Pemerataan Guru Hingga Ke Desa Terpencil

oleh

Tidak hanya kurangnya program dan pendampingan bagi daerah, koordinasi dan monitoring implementasi kebijakan ini juga tak berjalan baik. Berdasarkan hasil penelitian ICW, ditemukan bahwa pertemuan koordinasi dan supervisi di antara lima kementerian jarang dilakukan.

Aspek penting lain yang tak diantisipasi pemerintah dalam kebijakan adalah tidak adanya ruang partisipasi publik, terutama orangtua murid dan warga di sekitar sekolah. Kebijakan PPG sangat berorientasi pada bagaimana pemerintah menata birokrasi guru untuk mengatasi kesenjangan guru antarsekolah. Desain kebijakan tidak membuka ruang publik yang sebenarnya membutuhkan guru di setiap sekolah anaknya.

Banyak orangtua murid dan warga yang sudah menyampaikan keluhan kepada sekolah dan pemerintah daerah bahwa sekolah anaknya hanya memiliki satu atau dua guru yang mengajar di beberapa kelas. Sayangnya, keluhan mereka tidak ditanggapi secara serius oleh sekolah dan pemerintah daerah. Mereka beralasan daerah kekurangan guru dan rekrutmennya kewenangan pemerintah pusat. Padahal, mereka memiliki kewenangan memindahkan guru dari sekolah perkotaan yang kelebihan guru ke sekolah pedesaan dan terpencil yang kekurangan guru.

Partisipasi masyarakat dalam PPG dapat berupa perhitungan bersama kebutuhan guru di sekolah, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Perhitungan kebutuhan guru dapat dijadikan dasar melihat kebutuhan pemerataan guru. Perhitungan kebutuhan guru akan memunculkan gambaran detail sekolah mana saja yang kelebihan dan kekurangan guru. Masyarakat juga dapat mengawal dan menekan pemerintah daerah agar melakukan pemindahan guru dari sekolah kelebihan ke sekolah kekurangan guru.

Misalnya, masyarakat juga dapat mengawal apakah ada mark up dalam perhitungan kebutuhan guru serta korupsi dan seleksi CPNS guru. Lebih dari itu, masyarakat juga dapat berpartisipasi memberikan fasilitas, kenyamanan, dan dukungan sosial bagi guru yang mengajar di sekolah terpencil. Dengan partisipasi seperti itu, masyarakat akan belajar dan memahami tentang kesungguhan dan komitmen kepala daerah serta birokrasi pendidikan atas kewajiban mereka memenuhi kebutuhan guru di sekolah-sekolah yang kekurangan guru.

Masalah lain yang juga tak kalah pelik adalah kesediaan guru PNS dipindahkan ke sekolah terpencil. Banyak guru tidak bersedia dipindahkan karena tidak ingin berpisah dari keluarga serta daerah tersebut minim sarana dan prasarana. Mereka ingin agar anak-anak mereka tumbuh di daerah yang memiliki fasilitas memadai untuk berkembang dan belajar.

Beberapa pemda memang cukup berhasil memindahkan guru dari sekolah yang kelebihan guru ke sekolah yang kekurangan guru. Namun, yang dipindahkan umumnya adalah guru muda yang belum berkeluarga dan disertai adanya tunjangan daerah bagi guru tersebut. Sayangnya, hanya sedikit daerah yang melakukan hal ini karena lemahnya komitmen untuk memeratakan guru.

Pada akhirnya pemenuhan guru, terutama di daerah terpencil, bergantung pada pemerintah pusat. Apakah pemerintah cukup jeli melihat permasalahan dan merumuskannya dalam kebijakan yang tepat sehingga dapat mendorong semua pemangku kepentingan pendidikan melakukan pemerataan guru. Kebijakan di pusat itu ada di tangan Mendikbud baru.

Apakah dia bisa bekerja sama antarkementerian/lembaga, pemerintah daerah, serta masyarakat untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan pemerataan guru dengan baik? Hanya waktu yang bisa menjawab pertanyaan ini.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *