Peran Media Digital Akan Menghiasi Pesta Demokrasi Pemilu Serentak 2024

oleh

oleh : Supriyanto Kacer Partai Demokrat

Belakangan ini, peran Internet dalam dunia politik Indonesia semakin penting, baik positif maupun negatif. Dalam konteks pembahasan komunikasi politik Indonesia ke depan, jelas terlihat bahwa selalu tumpang tindih dengan teori komunikasi politik online. Ini berdasarkan beberapa diskusi. Pertama, Internet Indonesia terus berkembang baik dari segi jumlah pengguna maupun teknologi.

Dimulai dengan 1% dari total populasi pada tahun 1998, penetrasi internet Indonesia telah melampaui 50% dari total populasi Indonesia. Banyaknya pengguna internet di Indonesia telah mempengaruhi menjamurnya aktivitas yang dikenal dengan cyberpolitics, penggunaan media online sebagai sarana komunikasi politik.

Di zaman serba digital, rakyat dan utamanya golongan muda menginginkan keberadaan demokrasi digital yang tidak memiliki sekat pembatas, sekaligus menghadirkan interaksi.  Rakyat Indonesia sudah lelah dengan segala bentuk pencitraan.  Rekam digital pencapaian hasil kerja jauh lebih nyaring terdengar ketimbang cuap-cuap

Bentuk komunikasi politik seperti inilah yang lebih diterima ketika Indonesia memasuki era digital.  Sehingga tentunya menteri Petahana calon kontestan politik nantinya harus cerdas menggunakan teknologi dan memanfaatkan media sosial sebagai sarana berkampanye.  Sebab pada akhirnya pemimpin dengan pemikiran visioner  dan mengikuti kemajuan zaman jauh lebih diminati oleh golongan muda.  Apalagi saat ini kita memasuki era digital, sehingga gaya dan pemikiran konvesional tipis harapannya dilirik dan lebih disukai.

Sekalipun demikian, bukan berarti ini tanpa kendala.  Fakta tak terhindarkan bahwa setiap perubahan selalu ada plus dan minusnya.  Demikian juga demokrasi digital yang kerap diidentikkan dengan penggunaan buzzer atau cyber troops bayaran demi strategi firehouse atau falsehood politik.  Disinilah pada akhirnya literasi digital menjadi penting untuk rakyat.  Artinya, dibutuhkan dan dituntut kedewasaan ketika berselancar di dunia maya.  Baik oleh warganet, ataupun kontestan politik yang bersangkutan nantinya.

Pertanyaan menariknya bagaimana para kandidat nantinya memikat masyarakat pemilih Indonesia.  Apakah para caleg masih tetap menggunakan cara lama obral janji, cuap sana sini ketika berkampanye?  Ataukah, memilih ruang digital sebagai media berkampanye yang cerdas dan mungkin (telah) dilakukan dalam senyap oleh beberapa dari mereka.

Membuka diri dapat berinteraksi dan berkomunikasi lewat akun media social caleg merupakan Langkah cerdas!  Bukankah seharusnya di alam digital, relasi antara elite dan masyarakat menjadi semakin terbuka.  Dalam hal ini kebebasan berpendapat menjadi kunci, dan demokrasi digital menjadi jawaban.

Demokrasi digital bukanlah demorasi model baru.  Melainkan tentang bagaimana teknologi informasi mengubah praktik demokrasi menjadi lebih baik.  Di mana rakyat beraktivitas politik menggunakan jejaring internet tanpa dibatasi ruang dan waktu.

Sebenarnya demokrasi digital membuka peluang mengembalikan hakikat demokrasi kembali populis, atau berpihak kepada kepentingan rakyat.  Seperti kita ketahui saat ini media sosial memberikan kesempatan atau menampung seluruh diskusi publik, termasuk mendengarkan keluhan ataupun aspirasi rakyat.

Sehingga artinya seiring kemajuan zaman, teknologi dan cara berpikir, maka dengan paralel cara berpolitik konvensional pun cenderung ditinggalkan.  Kenapa?  Sebab rakyat tidak lagi menginginkan komunikasi satu arah, yang bersifat pasif menjadi pendengar obral janji.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *