Kebiasaan  Mencontek  Cikal Bakal Generasi Bermental Korupsi

oleh

Oleh : Daeng Supriyanto

Sudah sewajarnya orangtua ingin anaknya mendapatkan nilai yang terbaik dalam akademiknya, tidak ada satu pun orangtua yang mau anaknya mendapatkan nilai akademik yang jelek. Namun terkadang beberapa orangtua justru mengartikan salah dalam keinginan tersebut karena orangtua tidak mengenal lebih dalam bakat dan kemampuan si anaknya sampai mana.

Orangtua ada yang menekan anaknya agar si anak mendapatkan nilai sempurna sampai pada akhirnya si anak menderita tekanan psikologis secara tidak langsung. Anak dalam hal ini dia lebih mengetahui batas kemampuannya semakin tertekan dengan adanya tuntutan demikian karena mengetahui batas kemampuannya maka dia melakukan berbagai cara untuk mendapatkan nilai bagus, termasuk dengan berbuat curang alias menyontek.

Menyontek adalah salah satu perbuatan curang untuk menguntungkan diri dengan bantuan orang lain. Diri. Praktek menyontek tersebar dari tingkat SD hingga universitas, parahnya hampir 90% peserta didik di Indonesia melakukan praktek ini. Beratnya soal ujian seringkali dijadikan alasan siswa untuk melakukan praktek menyontek. Adanya guru pengawas saat ujian juga tidak serta merta membantu menghilangkan praktek curang ini. Minimnya sanksi yang diberikan guru pengawas tidak memberikan efek jera pelaku praktek menyontek sehingga mereka berulangkali melakukan praktek ini.

Efek dari menyontek mungkin tidak akan dirasakan pada saat sekarang, namun dampak negatifnya akan bisa dirasakan kedepan. Praktek menyontek akan memberikan efek buruk seperti, Kebiasaan serba instan, Kebiasaan berbohong, Menganggap wajar kebiasaan yang salah, Mengandalkan orang lain (tidak mandiri) hingga menjadi Plagiat

Mari kita berkaca pada pernyataan seseorang sekelas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dibawah kepemimpinan Anies Baswedan dahulu  yang prihatin dengan Indeks Integritas atau tingkat kejujuran Ujian Nasional (UN) yang masih rendah. Bahkan ia menyebut, korupsi yang sekarang banyak terjadi, berawal dari tindakan contek-mencontek.

Perbuatan mencontek ini dilakukan dengan bebagai macam cara dan modus, mulai dari kode – kode jari, dengan lemparan catatan kertas kecil, menyembunyikan catatan bahkan ada yang berani terang terangan membuka buku. Parahnya lagi penyakit mencontek ini tidak mengenal gender, ia dapat terjadi pada siswa maupun siswi, dari yang perawakannya “sangar” hingga yang berperawakan rapi dan kalem, semuanya dapat terjangkiti.

Maka timbullah pertanyaan mengapa penyakit mencontek ini sangat sulit untuk disembuhkan?sehinggasiapapun siswanya dapat terjangkiti oleh penyakit ini? Penyebab utamanya adalah karena para siswa tersebut menjadikan nilai sebagai sebuah orientasi belajar, sebagai sebuah tujuan, sebagai sebuah tolak ukur diri, bukan seberapa besar ilmu yang mereka peroleh.

Para siswa yang mencontek cenderung untuk tidak memperdulikan bahwa nilai tinggi yang mereka peroleh dari mencontek adalah sesuatu yang melangar aturan, seolah olah mereka telah kehilangan rasa malu dan rasa bersalah atas perbuatan curang tersebut, sehingga mereka menghalalkan segala cara untuk menguntungkan diri mereka sendiri, yaitu memperoleh nilai yang tinggi, meskipun dengan merugikan orang lain yang telah bersungguh sungguh belajar dan berusaha. Pada titik inilah terdapat persamaan yang sangat kental antara para siswa yang mencontek dengan para koruptor.

Mencontek dalam ujian merupakan tindakan tak terpuji layaknya korupsi. “Mencontek adalah usaha untuk mendapatkan nilai yang bagus dengan cara yang curang. Sama halnya dengan koruptor yang menghalalkan cara untuk kaya, tapi dengan cara yang curang.

Sehinggan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa perlu untuk memasukkan materi antimenyontek dalam kampanye antikorupsi di berbagai daerah.KPK menganggap menyontek adalah embrio perbuatan korupsi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *